Kamis, 29 Juli 2010

SUARA ANAK INDONESIA 2010

Deklarasi Anak Batal Dibacakan, Anak-anak Kecewa

Jumat, 23/07/2010 19:54 WIB
Insiden Hari Anak Nasional
Deklarasi Anak Batal Dibacakan, Anak-anak Kecewa
Ken Yunita - detikNews


Jakarta - Selain insiden penoyoran oleh orang yang diduga anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), peringatan Hari Anak Nasional ternyata juga menyisakan masalah. Sejumlah agenda yang sudah dijadwalkan terpaksa dicoret termasuk rencana pembacaan Deklarasi Anak.

Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait, pembatalan itu disampaikan panitia hanya 15 menit sebelum acara dimulai. Pihak panitia hanya mengatakan, pembatalan itu terpaksa dilakukan atas permintaan dari Sekretariat Negara (Setneg).

"Saya kita itu tindakan yang mengecewakan dan menyakiti hati anak-anak," kata Arist saat berbincang dengan detikcom, Jumat (23/7/2010).

Arist mengaku tidak habis pikir dengan keputusan pembatalan itu. Padahal, pembacaan deklarasi itu hanya memakan waktu dua menit saja.

Pihaknya pun sudah mencoba mengadu kepada Menteri Pendidikan Nasional soal pembatalan ini. Namun sayang, sang menteri pun tidak bisa berbuat apa-apa.

"Menteri hanya bilang kalau kita tidak bisa mengubah apa yang bisa menjadi sikap protokoler," kata pria berkacamata itu.

Arist mengatakan, 300 anak yang mengikuti Kongres Anak di Pangkal Pinang, juga sangat kecewa dengan pembatalan ini. Mereka sengaja mengikuti acara yang digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) itu dari televisi.

"Tapi begitu dengar dibatalkan, mereka histeris, bahkan ada 6 anak yang pingsan," kata Arist.

Kekecewaan itu juga dirasakan oleh Mahesa Ranggawati dan Arif Rohman Hakim, dua anak yang rencananya membacakan deklarasi tersebut. Dalam wawancara di TVOne, kedua anak itu bertanya-tanya mengapa jadwal yang sudah dibuat satu bulan sebelum acara itu bisa dicoret begitu saja.

"Itu kan hanya lima menit, masak nggak bisa," kata Arif dalam wawancara itu.

Sementara itu Mahesa mengaku sangat kecewa tidak bisa membacakan apa yang telah dirumuskan oleh anak-anak Indonesia dalam Kongres Anak di Pangkal Pinang itu. "Bukan masalah tidak jadi membacakan di depan Presiden, tapi ini kan aspirasi anak. Kenapa tidak boleh dibacakan," katanya.

Meski batal dibacakan di depan Presiden, akhirnya deklarasi itu dibacakan di depan Menteri Pendidikan Nasional. Menurut Ketua Dewan Pembina Komnas PA yang juga hadir di TVOne, Mendiknas berjanji akan menyampaikan isi deklarasi itu kepada Presiden SBY.

Rabu, 13 Januari 2010

Tubuh Seorang Anak Dijagal

Polisi Selidiki Peran Babe dalam Kasus Mutilasi Anak Lainnya

Senin, 11 Januari 2010 | 15:49 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Polisi akan melakukan pengembangan penyelidikan kemungkinan adanya kaitan kasus mutilasi yang menimpa Ardiansyah, 9 tahun, dengan kasus mutilasi anak lainnya di Jakarta. "Saat ini kami belum bisa mengatakan apakah Babe juga terlibat dalam kasus mutilasi anak yang terjadi sebelumnya, dugaan ke arah sana ada tapi untuk dikatakan terkait masih butuh waktu dan penyeildikan lebih jauh." ujar Juru Bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar di Markas Polda Metro, Senin (11/1).

Menurut Boy, memang ada kemiripan antara kasus mutilasi Ardiansyah dengan tiga kasus mutilasi lainnya yang terjadi sejak 2007 lalu. Kemiripan tersebut adalah pada lokasi kejadian pembuangan tubuh korban yang berada di Jakarta Timur dan Bekasi, korban adalah anak-anak laki-laki berusia 9-10 tahun, di tubuh korban terdapat tanda-tanda kekerasan seksual. "Namun hingga kini korban lain masih belum terungkap identitasnya," kata Boy.

Kepala Satuan Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Nico Afinta meminta agar masyarakat yang merasa kehilangan anak untuk melaporkan ke kepolisian. "Kami akan mencari kaitan kasus ini dengan kasus-kasus sebelumnya, kami minta masyarakat yang kehilangan anak dan hingga sekarang belum ketemu untuk melaporkan ke polisi," katanya.

Jumat pekan lalu, Ardiansyah, 9 tahun, seorang anak pengamen jalanan dibunuh dan dimutilasi oleh Baekuni alias Babe, 48 tahun. Babe adalah koordinator pedagang asongan dan anak-anak pengamen jalanan - salah satunya adalah Ardiansyah - di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur. Tubuh anak pengamen jalanan yang tinggal di Gang Ketut, RT 4, RW 7, Cakung itu dipotong-potong menjadi lima bagian dan dibuang di dua lokasi berbeda. Bahkan setelah korban dibunuh, sebelum dimutilasi, Babe mensodomi korban. Polisi telah berhasil mencokok Babe di kediamannya di Gang Masjid H. Murdalim, RT 6 RW 2, Kelurahan Pulogadung, Jakarta Timur, Sabtu pekan lalu. Atas perbuatannya itu, pria kelahiran Magelang itu dijerat dengan pasal 340 juncto 338 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.

Sejak tahun 2007 ada peristiwa serupa yang menimpa tiga orang anak laki-laki di Jakarta Timur dan Bekasi. Pada 9 Juli 2007 ditemukan potongan tubuh anak laki-laki berusia 10 tahun dibungkus plastik di Jalan Raya Bekasi, tidak jauh dari pasar Klender, Jakarta Timur. 14 Januari 2008 potongan tubuh anak laki-laki tanpa kepala berusia sekitar 10-12 tahun ditemukan di dekat pusat belanja Bekasi Trade Center, Jalan Joyomartono, Bekasi. Dan pada 15 Mei 2008 juga ditemukan potongan tubuh anak laki-laki tanpa kepala berusia 10-12 tahun dalam kardus di Terminal Pulogadung, Jakarta timur. Pada tubuh anak-anak tersebut terdapat tanda-tanda kekerasan seksual atau sodomi. Hingga kini polisi masih belum menemukan identitas ketiga korban tersebut.

Senin, 04 Januari 2010

Sejumlah TKW Jadi “Mesin Perusahaan Bayi” di Malaysia

Diposting Oleh lawupos on Sabtu, 2 Januari 2010 in Hukum & Kriminal • No comments

lawupos.net: Pabrik bayi? Siapa pun bakal bergidik, mendengar ini. Tapi sebuah berita yang mampir di lintasberita.com, Sabtu (2/1) memberitakan kasus penjualan bayi yang diduga kuat hasil produksi “pabrik bayi” di Klang Selangor, Malaysia. Berita tersebut juga menyebut, salah satu genre “mesin” produksi bayi itu sejumlah TKW dari Indonesia.

Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indoesia (KBRI) di Kuala Lumpur segera menindaklanjuti kasus ”pabrik bayi” di Klang, Selangor, Malaysia, yang menggunakan TKW Indonesia sebagai ’’mesin produksi’’. Bagian penerangan KBRI di Malaysia, Widyarka, menjelaskan, Polri kini bekerjasama dengan pihak kepolisian Malaysia untuk mengungkap kasus yang sepertinya menjadi fenomena gunung es itu.

Kasus ini mencuat setelah The Star mengungkapkan adanya sindikat perdagangan bayi dengan modus baru. Sindikat itu merekrut para pekerja wanita dari Indonesia, Filipina, dan Vietnam. Para TKW itu diperintahkan berhubungan seks dengan beberapa pria. Sembilan bulan berikutnya, sindikat ini ”panen bayi” dan menjualnya ke pasangan yang lama ingin memiliki momongan.

Jika diperhatikan jumlah bayi yang telah diselamatkan pihak kepolisian Malaysia, Rabu (23/12), yakni 10 bayi, maka aktivitas ”pabrik bayi” ini ditengarai telah berlangsung sangat lama. Apa yang tampak itu bisa jadi mengindikasikan adanya fenomena yang lebih besar. ”Kasus ini baru terungkap setelah mencuat di media. Kami masih belum bisa memberikan informasi lebih jauh karena ini masih dalam tahap investigasi oleh pihak kepolisian Diraja Malaysia dan Indonesia,” ujar Jurubicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Indonesia Teuku Faizasyah.

Pihak penyelidik sendiri masih belum berani menginformasikan data lebih lanjut karena merasa temuan awal ini sebagai bagian dari jaringan yang lebih besar. ”Kami harus hati-hati meindaklanjut kasus ini, karena kalau ini merupakan bagian dari jaringan lainnya yang lebih besar. Tentunya tidak harus cepat diungkapkan untuk membongkar kasus ini,” kata Faiz, sapaan Teuku Faizasyah. ”Ini bisa jadi adalah fenomena gunung es,” tandas Faiz.

Berapa jumlah pasti bayi yang telah diproduski pabrik yang memanfaatkan TKW sebagai tempat ”pembenihan” tersebut masih menjadi tanda tanya. Pihak kepolisian Malaysia sendiri hingga Rabu (23/12) baru mengungkapkan telah berhasil menyelamatkan total keseluruhan sepuluh bayi yang merupakan hasil produksi dari pabrik biadab tersebut.

Widyarka menjelaskan, setidaknya ada empat WNI yang terlibat dalam sindikat perdagangan bayi tersebut. Mereka memiliki peran sebagai tempat untuk ’’pembenihan’’. ”Sebenarnya WNI sudah diketahui, tapi saya tidak dalam kapasitas menyebutkan dan masih dalam proses investigasi dan melibatkan kepolisan kita,” ujar Widyarka. Faizasyah menambahkan, ”Itu yang sedang kita selidiki karena bisa saja WNI kita diiming-imigi sejumlah uang. Tapi jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Biarkan proses penyelidikan berjalan,” ujar Faiz.

Dalam konteks ini, KBRI mengaku bereaksi dengan cepat dan memastikan perlindungan bagi warga negara RI. ”Namun saya tidak tahu persis apakah WNI kita menjadi korban murni atau bagaimana. Mudah-mudahan segara ada informasi,” ujar Widyarka yang bicara lewat sambungan telepon dari Malaysia.

Dalam penyelidikan tersebut, kepolisian RI berfungsi membantu pajabat penghubung Polri di Malaysia. ”Ini yurisdiksi Malaysia, pemerintah Malaysia menjadi pihak pertama dalam penyelidikan. Polisi kita lebih banyak sebagai penguhubung bagaimana memberikan bantuan terhadap korban atau statusnya seperti apa, dan keterangan-keterangan lebih lanjut. Mereka menjadi peghubung dengan pihak tanah air,” ujar Widyarka.

Terkait siapa yang berhak memiliki bayi hasil pabrik tersebut masih belum bisa diketahui. ”Itu bingung juga, belum bisa ke arah sana saat ini. Sebab, kasusnya masih diurai. Yang penting perlindungan akan diberikan. Dan proses keterlibatan kita dalam hal ini belum sejauh itu,” jelas Faiz. Faiz mengakui bahwa minimnya informasi yang diperoleh juga disebabkan oleh libur cuti bersama baik di Malaysia maupun di Indonesia. Sejauh ini belum diketahui perkembangan hasil dari kepolisian kita yang sudah terlibat.

Kepala Polisi Selangor Deputy Komisaris Khalid Abu Bakar mengatakan, Rabu (23/12) ini berhasil menyelamatkan lima anak lagi dari ”pabrik bayi Klang.” Mereka adalah empat bayi dan balita, berusia tiga bulan hingga tiga tahun. ”Para bocah diselamatkan setelah pembawanya menyerahkan diri, lainnya ditemukan polisi,’’ kata dia. Khalid mengaku tidak b Sebelumnya, polisi juga menyelamatkan 5 bayi, 2 perempuan dan 3 laki-laki berusia 2 minggu hingga 9 bulan dalam Operasi Kasih yang dimulai awal Desember ini. ”Investigasi polisi juga menemukan anak-anak itu memiliki dokumen. Perantara penjualan bayi berpura-pura sebagai orang tua biologis mereka,” ujar Khalid.

Pada 14 Desember 2009, polisi mengumumkan telah membongkar sindikat di balik ’’pabrik bayi’’. Ada 15 orang yang ditangkap. Di antara mereka, 2 perempuan dan 1 pria asal Indonesia ditangkap pada 15 Desember 2009. Kemudian, 2 perempuan Indonesia lainnya ditangkap 18 Desember 2009. Sementara, 2 perempuan asal Malaysia ditangkap Minggu kemarin.

Posisi mereka, Khalid menjelaskan, perempuan asal Malaysia berperan sebagai agen sindikat. Dan yang mengenaskan, diantara empat perempuan Indonesia itu semuanya berperan untuk memproduksi bayi. ”Mereka rata-rata berusia antara 22 dan 36 tahun. Mereka ditahan di Klang di Kajang, Klang dan Banting,” kata Khalid. Sindikat ‘pabrik bayi’ di Malaysia merekrut beberapa perempuan, mereka diperintahkan melakukan hubungan seksual dengan beberapa laki-laki. Sembilan bulan kemudian, sindikat ini akan ‘panen bayi’ dan menjualnya ke pasangan yang lama mendambakan anak untuk ditimang.

Perempuan-perempuan yang direkrut berasal dari Indonesia, Filipina, dan Vietnam. Bayi-bayi itu dijual antara RM 15.000 hingga RM 20.000 atau lebih mahal, tergantung kondisi fisik bayi. Menurut investigasi, sindikat ini setidaknya sudah menjual 10 bayi.(elpos)

Kekerasan Terhadap Perempuan Masih Tinggi

Selasa, 29 Desember 2009 | 19:36 WIB

PALEMBANG, KOMPAS.com — Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak di Sumatera Selatan selama bulan Januari-Desember 2009 tercatat 356 kasus.

Staf Informasi dan Dokumentasi Yayasan Puspa Indonesia, Erlandsah, Selasa (29/12/2009) di Palembang mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumsel tahun 2009 turun tujuh persen dibandingkan tahun 2008 atau mencapai 384 kasus. Pada tahun 2007 tercatat 348 kasus, tahun 2006 (354 kasus), dan tahun 2005 (716 kasus).

"Undang-undang tidak memberikan perlindungan kepada anak, baik selama menjalani proses hukum maupun di dalam penjara. Undang-undang juga belum menjamin penegakan hukum terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan," ujarnya.

Erlandsah menambahkan, angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumsel mengalami peningkatan dan penurunan dari tahun ke tahun. Namun, jumlah korban tertinggi selalu perempuan, baik anak perempuan maupun peremp uan dewasa.

Bocah Tewas Jatuh Dari Lantai 4 Rusun

04 Januari 2010
SUARA MERDEKA: JAKARTA- Seorang bocah, Daniel (4), jatuh dari lantai empat ke lantai dasar di Rumah Susun Petamburan, Jakarta Pusat. Daniel langsung tewas di tempat, Sabtu (2/1), pukul 16.14 WIB.

Aldila Rahman (Mama Oliv), Ibu Daniel, mengaku tidak mengetahui mengapa anaknya tersebut bisa jatuh. ”Lagi ditinggal sebentar. Nggak tahu, malah ada yang berteriak di bawah ‘ada yang jatuh’, ‘ada yang jatuh’. Ternyata anak saya,” kata Oliv.

Meski sudah meninggal di tempat, Kholid sempat dilarikan ke RS Pelni, Jakarta Pusat. Sebelum terjatuh, Daniel diketahui bermain dengan teman-temannya di lorong lantai tersebut. Diketahui juga ia jatuh karena didorong oleh salah seorang temannya.

”Di selasar ada sofa dekat tembok pembatas, dia naik ke atas sofa. Mungkin entah kepeleset atau gimana ia terjatuh,” kata Muksin, ketua RT di Rusun Petamburan.

Daniel dan orang tuanya tidak tinggal di lantai yang sama dengan lokasi tempat ia terjatuh. Mereka tinggal di lantai lima.
Masih Menyelidiki Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hamidin menyatakan, dugaan sementara jatuhnya Daniel Yohanes dari lantai empat Rusun Petamburan karena kecelakaan.

Kepolisian masih terus menyelidiki kasus yang melibatkan anak-anak ini. ”Karena ini kan anak kecil, jadi kami harus hati-hati. Kami serahkan ke unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak),” kata Hamidin.

Hamidin menjelaskan, sebelum terjatuh, korban sedang bermain dengan tiga temannya di lantai empat. Kemudian korban melongok ke bawah, sementara temannya bercanda di belakangnya. ”Pantatnya kedorong tangan temannya, Ari, jadi jatuh,” kata Hamidin.

Kepolisian harus memediasi keluarga Daniel, anak yang jatuh dari lantai empat Rusun Petamburan, dengan keluarga Ari, anak yang mendorong Daniel. Keduanya diketahui sedang bermain di selasar lantai empat rusun di Jakarta Pusat itu, sebelum akhirnya Daniel tewas karena terjatuh. ”Pihak polisi harus menggunakan cara-cara kekeluargaan. Karena memang dalam UU Peradilan Anak, anak di bawah 8 tahun tidak boleh dipidana. Mereka tidak boleh diinterpretasikan melakukan tindakan kriminal karena keterbatasan pemahaman dan pengetahuan,” kata Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi (Kak Seto), Minggu (3/1).

Kak Seto menambahkan, untuk kasus seperti ini, kewaspadaan orang tua dan pengelolaan rusunlah yang seharusnya menjadi perhatian. Rusun, katanya, harus memberikan sarana tempat bermain yang memadai agar anak tidak bermain-main di tempat yang membahayakan. (dtc-76)

Kamis, 10 Desember 2009

Anak Harus Dilibatkan Dalam Mewujudkan KLA

Suara anak, ide anak, kreatifitas anak, keberanian anak dalam menyampaikan pendapatnya, dan sebagainya perlu diberikan apresiasi yang setinggi-tingginya. Karena itu semua adalah sebuah hak yang seharusnya didapatkan oleh anak-anak, dan pemerintah selaku pemangku kebijakan wajib dan bertanggungjawab untuk memberikannya secara cuma-cuma alias GRATIS. Suara anak atau sering anak-anak menyebutnya HAK PARTISIPASI sudah seharusnya didengar oleh pemerintah dan tidak hanya didengar, namun anak-anak juga seharusnya dilibatkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan wilayahnya masing-masing, baik melalui MUSRENBANGPROV, MUSRENBANGKAB/KOT, MUSRENBANGDES, dan sebagainya. Jika hak partisipasi anak tersebut tidak dihiraukan oleh Pemerintah, maka secara tidak langsung pemerintah selaku pemangku kebijakan negara telah melakukan pelanggaran terhadap KHA (konvensi hak anak) dan UU perlindungan anak. Sebenarnya jika anak-anak negeri tercinta ini dipelihara dengan baik, diberikan kasih sayang, dan diberikan hak-haknya selaku anak, ini merupakan sebuah aset negara yang tak ternilai harganya, terus siapa lagi yang mau memberikan perlindungan kepada anak-anak negeri tercinta ini kalau bukan negara Indonesia sendiri. sudah saatnya anak-anak Indonesia diberikan kehidupan yang layak, agar dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan sudah meluncurkan program Kota Layak Anak, yang sering disingkat dengan sebutan KLA, dan sudah ada kebijakannya dengan munculnya indikator KLA dan gugus tugas nasional KLA. Dan kebijakan tersebut sudah ditindak lanjuti oleh Pemprov Jateng dengan menyusun indikator KLA. Namun yang terjadi adalah dalam penyusunan indikator tersebut anak-anak belum dilibatkan, dan sampai sekarang Indikator KLA tersebut belum tahu akan dibawa kemana? dan bagaimana untuk Gugus Tugas KLA nya sendiri? apakah sudah terbentuk atau belum. Mungkin inilah yang menjadi renungan kita bersama bagi para pemerintah, masyarakat dan praktisi perlindungan anak yang ada di Jawa Tengah untuk berpikir bersama dan bagaimana untuk memebrikan solusi bersama agar KLA di Jateng dapat terwujud. Menjembatani hal tersebut diatas, Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (LPPA) Jawa Tengah mengadakan kerjasama dengan PLAN Indonesia untuk mendorong perwujudan dari KLA. untuk tahun 2009 - 2010 LPPA Jateng - PLAN menyelengarakan program bersama "Mendorong Partisipasi Anak dalam Advokasi Program KAb/Kota Layak di Jawa Tengah".

blogger templates | Make Money Online